Para ulama berbeda pendapat dalam masalah mengerak-gerakkan jari  telunjuk ketika tasyahud dan perbedaan tersebut terdiri dari tiga  pendapat :
- Pertama : Tidak digerak-gerakkan. Ini merupakan pendapat Abu Hanifah dan pendapat yang paling kuat dikalangan orang-orang Syafiiyyah dan Hambaliyah dan ini juga merupakan pendapat Ibnu Hazm.
- Kedua : Digerak-gerakkan. Dan ini merupakan pendapat yang kuat dikalangan orang-orang Malikiyyah dan disebutkan oleh Al-Qodhi Abu Ya’la dari kalangan Hambaliyah dan pendapat sebagian orang-orang Hanafiyyah dan Syafiiyyah.
- Ketiga : Ada yang mengkompromikan antara dua hadits di atas. Syaikh Ibnu Utsaimin -rahimahullahu ta’ala- dalam Syarah Zaad Al-Mustaqni’ mengatakan bahwa digerak-gerakkan apabila dalam keadaan berdoa, kalau tidak dalam keadaan berdoa tidak digerak-gerakkan. Dan Syaikh Al-Albany -rahimahullahu ta’ala- dalam Tamamul Minnah mengisyaratkan cara kompromi lain yaitu kadang digerakkan kadang tidak.
Namun dari pembahasan di atas yang telah disimpulkan bahwa hadits  yang menyebutkan jari digerak-gerakkan adalah hadits yang lemah dan  demikian pula hadits yang menyebutkan jari tidak digerak-gerakkan adalah  hadits yang lemah. Adapun cara kompromi yang disebutkan dalam pendapat  yang ketiga itu bisa digunakan apabila dua hadits tersebut di atas  shohih bisa dipakai berhujjah tapi karena dua hadits tersebut adalah  hadits yang lemah maka kita tidak bisa memakai cara kompromi tersebut,  apalagi hadits yang shohih yang telah tersebut di atas bahwa Nabi r hanya sekedar berisyarat dengan jari telunjuk beliau. Maka yang akan kita bahas disini adalah apakah pada lafadz (Arab)  yang artinya berisyarat terdapat makna mengerak-gerakkan atau tidak.  Penjelasannya adalah bahwa kata “berosyarat” itu mempunyai dua  kemungkinan :
- Pertama : Dengan digerak-gerakkan. Seperti kalau saya memberikan isyarat kepada orang yang berdiri untuk duduk, maka tentunya isyarat itu akan disertai dengan gerakan tangan dari atas ke bawah.
- Kedua : Dengan tidak digerak-gerakkan. Seperti kalau saya berada dalam maktabah (perpustakaan) kemudian ada yang bertanya kepada saya : “Dimana letak kitab Shohih Al-Bukhory?” Maka tentunya saya akan mengisyaratkan tangan saya kearah kitab Shohih Al-Bukhory yang berada diantara sekian banyak kitab dengan tidak menggerakkan tangan saya.
Walaupun kata “berisyarat” itu mengandung dua kemungkinan tapi disini  bisa dipastikan bahwa berisyarat yang diinginkan dalam hadits tersebut  adalah berisyarat dengan tidak digerak-gerakkan. Hal tersebut bisa  dipastikan karena dua perkara :
Pertama : Ada kaidah di kalangan para ulama yang mengatakan Ash-Sholatu Tauqifiyah  (sholat itu adalah tauqifiyah) maksudnya tata cara sholat itu  dilaksanakan kalau ada dalil dari Al-Qur’an maupun As-Sunnah. Maka hal  ini menunjukkan bahwa asal dari sholat itu adalah tidak ada gerakan di  dalamnya kecuali kalau ada tuntunan dalilnya dari Al-Qur’an dan  As-Sunnah. Dan demikian pula berisyarat dengan jari telunjuk, asalnya  tidak digerakkan sampai ada dalil yang menyatakan bahwa jari telunjuk  itu diisyaratkan dengan digerakkan dan telah disimpulkan bahwa  berisyarat dengan menggerak-gerakkan jari telunjuk adalah hadits lemah.  Maka yang wajib dalam berisyarat itu dengan tidak digerak-gerakkan.
Kedua : Dalam hadits ‘Abdullah bin Mas’ud yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhary N0. dan Imam Muslim No.538 :
إِنَّ فِي الصَّلاَةِ شُغْلاً
 “Sesungguhnya di dalam sholat adalah suatu kesibukan”
Maka  ini menunjukkan bahwa seorang muslim apabila berada dalam sholat ia  berada dalam suatu kesibukan yang tidak boleh ditambah dengan suatu  pekerjaan yang tidak ada dalilnya dari Al-Qur’an atau hadits Rasulullah r yang shohih.
Kesimpulan :
Tersimpul dari pembahasan di atas bahwa pendapat yang rojih tentang keadaan jari telunjuk dalam berisyarat (menunjuk) ketika tasyahud adalah tidak digerak-gerakkan. Wallahu A’lam.
Lihat pembahasan di atas dalam :
- Kitab Al-Bisyarah Fi Syudzudz Tahrik Al-Usbu’ Fi Tasyahud Wa Tsubutil Isyarah, Al-Muhalla karya Ibnu Hazm 4/151, Subulus Salam 1/189, Nailul Authar, ‘Aunul Ma’bud 3/196, Tuhfah Al-Ahwadz 2/160.
- Madzhab Hanafiyah lihat dalam : Kifayah Ath-Tholib 1/357.
- Madzhab Malikiyah : Ats-Tsamar Ad Dany 1/127, Hasyiah Al-Adawy 1/356, Al-Fawakih Ad-Dawany 1/192.
- Madzhab Syafiiyyah dalam : Hilyah Al-Ulama 2/105, Raudhah Ath-Tholibin 1/262, Al-Majmu’ 3/416-417, Al-Iqna’ 1/145, Hasyiah Al-Bujairamy 1/218, Mughny Al-Muhtaj 1/173.
- Madzhab Hambaliyah lihat dalam : Al-Mubdi’ 1/162, Al-Furu’ 1/386, Al-Inshaf 2/76, Kasyful Qona 1/356-357.
Sumber: an-nashihah.com
 
 

0 komentar:
Posting Komentar