Rasulullah saw bersabda, “Manusia yang paling berat azabnya pada hari kiamat adalah orang yang berilmu tapi tidak mengamalkannya karena Allah.”
Dalam hadits lain beliau bersabda, “Barangsiapa yang bertambah ilmunya, namun tidak bertambah benar jalannya, maka ia semakin jauh dari Allah.”
Ketahuilah bahwa seorang ulama yang menekuni suatu ilmu, baginya ada dua kemungkinan. Kemungkinan pertama adalah binasa, dan kemungkinan kedua adalah memperoleh kebahagiaan yang kekal.
Khalid bin Ahmad berkata: Manusia terbagi pada empat macam:
1. Orang yang tahu, dan ia tahu bahwa ia mengetahui. Itulah orang yang berilmu, maka ikutilah ia.
2. orang yang tahu, tapi ia tidak tahu bahwa ia mengetahui. Itulah orang yang tertidur, maka bangunkanlah ia.
3. orang yang tidak tahu, tetapi ia tahu bahwa ia tidak mengetahui. Itulah orang yang memerlukan bimbingan, maka ajarilah ia.
4. orang yang tidak tahu, namun ia tidak tahu bahwa ia tidak mengetahui. Itulah orang bodoh. Waspadalah terhadapnya.
Sufyan ats-Tsauri berkata, “Ilmu itu mengajak (pemiliknya) untuk mengamalkannya, jika ia mangiyakan, maka ilmunya bermanfaat. Namun jika tidak diamalkan, maka ilmunya akan pergi. Allah berfirman, “Dan bacalah kepada mereka berita yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat kami (pengetahuan tentang isi Al-Qur’an), kemudian ia melepaskan diri dari pada ayat-ayat itu ..” (QS. Al-A’raf: [7]: 175)
Ulama akhirat adalah mereka yang tidak terpengaruh godaan dunia dengan mengorbankan dien, dan tidak menjual akhirat demi dunia karena mereka mengetahui kemuliaan akhirat dan kehinaan dunia. Barangsiapa tidak mengetahui perbedaan antara manfaat dan kemadharatan dunia dengan akhirat, maka ia bukanlah ulama. Dan barangsiapa yang mengingkari hal ini, maka sungguh ia telah mengingkari apa yang tertera dalam Al-Qur’an, sunnah Rasul dan Kitab-Kitab yang diturunkan Allah serta perkataan para Nabi.
Sedangkan barangsiapa yang mengetahui hal ini namun tidak mengamalkannya, maka ia telah menjadi tawanan setan. Ia telah dijerumuskan oleh hawa nafsunya dan dikalahkan oleh kesengsaraannya sendiri. Barangsiapa yang mengikuti orang seperti ini, maka ia akan binasa. Sebab bagaimana mungkin orang seperti itu disebut ulama?
Allah berkata kepada Nabi Dawud, “Serendah-rendahnya perilaku orang alim adalah jika ia lebih menyenangi syahwatnya daripada mencintai-Ku. Aku haramkan ia merasakan nikmatnya bermunajat kepada-Ku. Wahai Dawud, jangan bertanya kepada-Ku tentang orang alim yang telah dimabukkan oleh dunia sehingga ia memalingkanmu dari jalan untuk mencintai-Ku. Mereka adalah para penyamun hamba-hamba-Ku. Wahai Dawud, jika engkau melihat seorang penuntut ilmu karena diri-Ku, maka jadikanlah engkau sebagai pelayan baginya. Wahai Dawud, barangsiapa yang kembali kepada-Ku dalam kondisi menjadi pelayan bagi penuntut ilmu, maka Aku tetapkan ia sebagai mujahid. Dan barangsiapa yang sudah Aku tetapkan sebagai mujahid, maka Aku tidak akan pernah mengazabnya.”
Hasab Al-Bashri berkata, “Hukuman bagi ulama adalah matinya hati dan matinya hati disebabkan oleh mencari dunia dengan amalan akhirat.”
Umar bin Khaththab berkata, “Jika engkau menyaksikan ulama yang cinta dunia, maka tuduhlah ia atas dasar dien-mu. Karena setiap orang yang mencintai, akan tenggelam pada apa yang dicintainya.”
Ulama (Nik Abdul Aziz) yang dikatakan sesat oleh sebagian orang !?
Sementara Yahya bin Mu’adz ar-Razi berkata kepada ulama dunia, “wahai orang-orang yang berilmu, istana-istana kalian laksana istana kaisar, rumah-rumah kalian laksana rumah kisra, kendaraan-kendaraan kalian laksana kendaraan Qarun, gelas-gelas kalian laksana gelas Fir’aun, jamuan-jamuan kalian laksana jamuan jahiliah dan mazhab-mazhab kalian laksana mazhab setaniyah. Lalu dimanakah risalah Muhammad?
Mereka bersyair, “Penggembala melindungi kambingnya dari serangan serigala. Lalu bagaimana jadinya jika para penggembala memiliki serigala?”
Ada yang mengatakan, “Wahai para pembaca Al-Qur’an, wahai para pembuat garam. Rasa garam tidak akan lezat jika ia telah rusak,”
Ketahuilah bahwa sifat yang pantas bagi orang berilmu yang beragama adalah sederhana dalam hal makanan, pakaian, tempat tinggal dan segala hal yang terkait dengan kehidupan dunianya. Ia tidak condong pada kemewahan, juga tidak berlebih-lebihan menghadapi kesenangan dunia jika tidak dapat berlebih-lebihan meninggalkannya (dunia). Seyogyanya ia dapat menjaga diri dari bergaul dengan penguasa dan orang kaya – meski itu dapat dilakukannya – demi untuk menjauhi fitnah.
Sedikit tambahan lagi mengenai perihal :
Dalam hadits lain beliau bersabda, “Barangsiapa yang bertambah ilmunya, namun tidak bertambah benar jalannya, maka ia semakin jauh dari Allah.”
Ketahuilah bahwa seorang ulama yang menekuni suatu ilmu, baginya ada dua kemungkinan. Kemungkinan pertama adalah binasa, dan kemungkinan kedua adalah memperoleh kebahagiaan yang kekal.
Khalid bin Ahmad berkata: Manusia terbagi pada empat macam:
1. Orang yang tahu, dan ia tahu bahwa ia mengetahui. Itulah orang yang berilmu, maka ikutilah ia.
2. orang yang tahu, tapi ia tidak tahu bahwa ia mengetahui. Itulah orang yang tertidur, maka bangunkanlah ia.
3. orang yang tidak tahu, tetapi ia tahu bahwa ia tidak mengetahui. Itulah orang yang memerlukan bimbingan, maka ajarilah ia.
4. orang yang tidak tahu, namun ia tidak tahu bahwa ia tidak mengetahui. Itulah orang bodoh. Waspadalah terhadapnya.
Sufyan ats-Tsauri berkata, “Ilmu itu mengajak (pemiliknya) untuk mengamalkannya, jika ia mangiyakan, maka ilmunya bermanfaat. Namun jika tidak diamalkan, maka ilmunya akan pergi. Allah berfirman, “Dan bacalah kepada mereka berita yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat kami (pengetahuan tentang isi Al-Qur’an), kemudian ia melepaskan diri dari pada ayat-ayat itu ..” (QS. Al-A’raf: [7]: 175)
Ulama akhirat adalah mereka yang tidak terpengaruh godaan dunia dengan mengorbankan dien, dan tidak menjual akhirat demi dunia karena mereka mengetahui kemuliaan akhirat dan kehinaan dunia. Barangsiapa tidak mengetahui perbedaan antara manfaat dan kemadharatan dunia dengan akhirat, maka ia bukanlah ulama. Dan barangsiapa yang mengingkari hal ini, maka sungguh ia telah mengingkari apa yang tertera dalam Al-Qur’an, sunnah Rasul dan Kitab-Kitab yang diturunkan Allah serta perkataan para Nabi.
Sedangkan barangsiapa yang mengetahui hal ini namun tidak mengamalkannya, maka ia telah menjadi tawanan setan. Ia telah dijerumuskan oleh hawa nafsunya dan dikalahkan oleh kesengsaraannya sendiri. Barangsiapa yang mengikuti orang seperti ini, maka ia akan binasa. Sebab bagaimana mungkin orang seperti itu disebut ulama?
Allah berkata kepada Nabi Dawud, “Serendah-rendahnya perilaku orang alim adalah jika ia lebih menyenangi syahwatnya daripada mencintai-Ku. Aku haramkan ia merasakan nikmatnya bermunajat kepada-Ku. Wahai Dawud, jangan bertanya kepada-Ku tentang orang alim yang telah dimabukkan oleh dunia sehingga ia memalingkanmu dari jalan untuk mencintai-Ku. Mereka adalah para penyamun hamba-hamba-Ku. Wahai Dawud, jika engkau melihat seorang penuntut ilmu karena diri-Ku, maka jadikanlah engkau sebagai pelayan baginya. Wahai Dawud, barangsiapa yang kembali kepada-Ku dalam kondisi menjadi pelayan bagi penuntut ilmu, maka Aku tetapkan ia sebagai mujahid. Dan barangsiapa yang sudah Aku tetapkan sebagai mujahid, maka Aku tidak akan pernah mengazabnya.”
Hasab Al-Bashri berkata, “Hukuman bagi ulama adalah matinya hati dan matinya hati disebabkan oleh mencari dunia dengan amalan akhirat.”
Umar bin Khaththab berkata, “Jika engkau menyaksikan ulama yang cinta dunia, maka tuduhlah ia atas dasar dien-mu. Karena setiap orang yang mencintai, akan tenggelam pada apa yang dicintainya.”
Ulama (Nik Abdul Aziz) yang dikatakan sesat oleh sebagian orang !?
Sementara Yahya bin Mu’adz ar-Razi berkata kepada ulama dunia, “wahai orang-orang yang berilmu, istana-istana kalian laksana istana kaisar, rumah-rumah kalian laksana rumah kisra, kendaraan-kendaraan kalian laksana kendaraan Qarun, gelas-gelas kalian laksana gelas Fir’aun, jamuan-jamuan kalian laksana jamuan jahiliah dan mazhab-mazhab kalian laksana mazhab setaniyah. Lalu dimanakah risalah Muhammad?
Mereka bersyair, “Penggembala melindungi kambingnya dari serangan serigala. Lalu bagaimana jadinya jika para penggembala memiliki serigala?”
Ada yang mengatakan, “Wahai para pembaca Al-Qur’an, wahai para pembuat garam. Rasa garam tidak akan lezat jika ia telah rusak,”
Ketahuilah bahwa sifat yang pantas bagi orang berilmu yang beragama adalah sederhana dalam hal makanan, pakaian, tempat tinggal dan segala hal yang terkait dengan kehidupan dunianya. Ia tidak condong pada kemewahan, juga tidak berlebih-lebihan menghadapi kesenangan dunia jika tidak dapat berlebih-lebihan meninggalkannya (dunia). Seyogyanya ia dapat menjaga diri dari bergaul dengan penguasa dan orang kaya – meski itu dapat dilakukannya – demi untuk menjauhi fitnah.
Sedikit tambahan lagi mengenai perihal :
KEMULIAAN AKAL YANG MENJADI SUMBER ILMU
Akal adalah sumber ilmu. Kemuliaan akal ini ditegaskan oleh Rasulullah saw saw, yang pertama kali diciptakan Allah adalah akal. Lalu Allah berkata kepada akal, ‘Menghadaplah’ maka akal pun menghadap. Kemudian Allah berkata lagi, ‘berpalinglah’ maka akalpun berpaling. Lalu Allah berkata, ‘Demi kemuliaan dan kebesaran-Ku, Aku tidak menciptakan satu makhluk pun yang lebih mulia di sisi-Ku selain kamu. Karena kamulah Aku menghukum, karena kamulah Aku memberi, karena kamulah (manusia) diberi pahala dan karena kamulah manusia disiksa.”
Rasulullah saw berkata, “Aku bertanya kepada Jibril, ‘Apakah kemuliaan itu?’ Jibril menjawab, ‘Akal”
Hakekat akal adalah kemuliaannya. Dengan kemuliaannya, manusia dapat mengetahui berbagai informasi teoritis. Akal laksana cahaya yang dipancarkan ke dalam hati sehingga manusia mamapu memahami sesuatu. Dengan akal pula kemampuan setiap makhluk hidup berbeda sesuai dengan perbedaan instink yang dimilikinya.
Masalahnya adalah, sudahkah akal yang sesungguhnya di ciptakan oleh Allah ta’ala dari Alam Uluwwiy (teritinggi) ini sudah benar-benar sami’na wa atho’na kepada Allah ta’ala dan Rasul-Nya !?
Semoga setelah ini kita bersungguh-sungguh mewaspadainya, serta menyegerakan diri pula untuk melaksanakan sebagaimana mestinya, Allahumma aamiin..
sumber:Abi Dive Berbagi Ilmu Komunikasi
Akal adalah sumber ilmu. Kemuliaan akal ini ditegaskan oleh Rasulullah saw saw, yang pertama kali diciptakan Allah adalah akal. Lalu Allah berkata kepada akal, ‘Menghadaplah’ maka akal pun menghadap. Kemudian Allah berkata lagi, ‘berpalinglah’ maka akalpun berpaling. Lalu Allah berkata, ‘Demi kemuliaan dan kebesaran-Ku, Aku tidak menciptakan satu makhluk pun yang lebih mulia di sisi-Ku selain kamu. Karena kamulah Aku menghukum, karena kamulah Aku memberi, karena kamulah (manusia) diberi pahala dan karena kamulah manusia disiksa.”
Rasulullah saw berkata, “Aku bertanya kepada Jibril, ‘Apakah kemuliaan itu?’ Jibril menjawab, ‘Akal”
Hakekat akal adalah kemuliaannya. Dengan kemuliaannya, manusia dapat mengetahui berbagai informasi teoritis. Akal laksana cahaya yang dipancarkan ke dalam hati sehingga manusia mamapu memahami sesuatu. Dengan akal pula kemampuan setiap makhluk hidup berbeda sesuai dengan perbedaan instink yang dimilikinya.
Masalahnya adalah, sudahkah akal yang sesungguhnya di ciptakan oleh Allah ta’ala dari Alam Uluwwiy (teritinggi) ini sudah benar-benar sami’na wa atho’na kepada Allah ta’ala dan Rasul-Nya !?
Semoga setelah ini kita bersungguh-sungguh mewaspadainya, serta menyegerakan diri pula untuk melaksanakan sebagaimana mestinya, Allahumma aamiin..
sumber:Abi Dive Berbagi Ilmu Komunikasi
0 komentar:
Posting Komentar